Demi
nikmat penyatuan dan pelepasan, kehidupan membangun semesta raya ini
dan dari desah nafasnya tercipta rumah keajaiban dari siang dan malam.
Masing-masing bertebaran menerpa gairah dan cinta diri untuk berekspresi sambil berteriak lantang: “Aku berbeda dengan engkau.”
Maka
bulan dan bintang-gemintang belajar terbang menari, ratusan lampu-lampu
dinyalakan di angkasa: matahari menggantung di langit biru membentang
kubah emasnya dengan tali-tali berwarna perak, di ujung timur fajar
pertama pecah dan dari dunia yang baru lahir ia mengangkat tabir
Tapi manusia bumi masih terpencil, sepi dan sunyi.
Belum
ada kafilah melintasi padang pasirnya, sungai-sungai belum bergelut
menelikung bebukitan, belum ada awan gemawan menjatuhkan tetesan di
dedaunan, tiada burung-burung bercerecau di dahan-dahan, dan tiada pula
rusa-rusa mungil melompat di sesemakan.
Bumi
yang belum rata layaknya asap yang menggunpal-gumpal, belum lagi
menyalakan laut dan darahnya dengan kehidupan. Rerumputan tertidur di
dasar lelap, belum tersentuh angin musim dingin.
Langit
mencerca bumi: “Belum pernah aku lihat makhluk seburuk engkau, terpejam
buta dalam jangkauanku: tanpa lampuku, darimana engkau peroleh
terangmu? Engkau dapat tumbuh setinggi puncak Alvand, tapi ia sebenarnya
tidak pijar ataupun tumbuh. Sekarang pilihlah perempuan sundal yang
akan meremasmu atau matilah dalam kehinaan.”
Umpatan
ini membuat bumi berduka, bermuram durja diliputi kesedihan dan
menerawang Tuhan demi menyirami kehidupannya yang kotor dan tiba-tiba
dari balik tabir langit suara menyahut: “Andaikan engkau tahu pusakamu
yang tak ternilai harganya, engkau mungkin tidak akan bersedih. Karena
apabila engkau memandang jiwamu engkau akan menemukan hayat yang
menggelegak siap menerangi hari-harimu dan tidak perlu lagi cahaya dari
luar
Apa yang membuat hari benderang? Matahari bundar yang ternoda!
Dari
hayat yang tidak ternoda cahayamu akan terbit. Cahaya ini akan menuju
angkasa raya melaju lebih cepat ketimbang cahaya bulan dan matahari.
Sudahkah engkau hapuskan sketsa harapan dari kanvas jiwamu? Dari debu-debu kegelapanmu sendiri cahaya akan bersinar.
Pengetahuan manusia akan mendesak menguasai angkasa, cintanya akan mengaku Yang Tak Terhingga.
Dengan mata yang lebih terjaga ketimbang milik jibril, ia akan menemukan jalan meski tanpa bimbingan.
Terbentuk
dari lempung, manusia akan membumbung seperti malaikat hingga langit
menjadi kedai minuman tua di pinggir jalan-jalan yang ditempuhnya.
Kubah-kubah langit kan ditembusnya bagai jarum menusuk sutra.
Dan ia akan mencuci kehidupan dari segala nodanya.
Tatapan matanya akan membuat suram kabut bumi cerah berseri.
Meski hanya sedikit berdoa dan banyak menumpahkan darah, namun dia tetap melaju selamanya.
Dari semesta ia akan belajar memahami sifat-sifat sang wujud, “Siapa yang tenggelam dalam pesona
oleh : Muhammad Iqbal
0 komentar:
Posting Komentar