er

Kamis, 19 Januari 2012

Islam dan Iptek


ISLAM DAN IPTEK
Oleh: M. Alfian Nurul Azmi
A.   Pendahuluan
Islam adalah agama yang telah sempurna dan bersifat universal. Universalitas islam selain bermakna keberlakuan islam untuk semua manusia, semua bangsa dan Negara, juga substansi ajarannya. Kelengkapan ajaran islam dutunjukan melalui prinsip-prinsip kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-sunnah, misalnya tentang ekonomi, teknologi, sosial budaya, psikologi, sosiologi, antripologi, pendidikan, hukum dan sebagainya. Dan didalam makalah ini akan sedikit menerangkan hubungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan ajaran agama islam.
 Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, kini jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti dalam dimensi hidup manusia. Dunia menjadi kecil. Siapapun bisa saling bercerita panjang lebar dari dua sisi dunia yang berbeda. Semua pekerjaan rutin bisa diselesaikan dengan cepat. Tapi ternyata itu tak membuat manusia mengaku lebih bahagia. Manusia menjadi miskin terhadap perasaan kemanusiaannya sendiri. Di manakah sumber masalahnya? Manusianya? Ipteknya?

  1. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Ilmu Pengetahuan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
ajaran agama Islam, sebab kata islam itu sendiri, dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”, mempunyai makna “tunduk patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”. Dalam Surat Ali Imran ayat 83,  Allah memerintahkan manusia untuk meneliti alam semesta yang berisikan ayat-ayat Allah. Sudah tentu manusia takkan mampu menunaikan perintah Allah itu jika tidak memiliki ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, kata alam dan ilmu mempunyai akar huruf yang sama.
Bagian yang terbanyak daripada ayat-ayat Al-Qur’an adalah perintah Allah kepada manusia agar menalari alam sekelilingnya. Dan setelah maju ilmu pengetahuan modern, bertambah jelas pula arti yang dikandung dalam ayat-ayat itu. Semuanya ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad s.a.w., melainkan langsung turun dari Allah SWT.
2. Empat pendekatan
Secara umum, dikenal 4 kategori pendekatan iptek dengan Islam:
a. I’jazul Qur’an.
Pendekatannya adalah mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Qur’an. Hal ini kemudian banyak dikritik, lantaran penemuan ilmiah tidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di masa depan. Menganggap Qur’an sesuai dengan sesuatu yang masih bisa berubah berarti menganggap Qur’an juga bisa berubah.
b. Islamization Disciplines.
Yakni membandingkan iptek modern dan khazanah Islam, untuk kemudian melahirkan text-book orisinil dari ilmuwan muslim. Penggagas utamanya Ismail Raji al-Faruqi, dalam bukunya yang terkenal, Islamization of Knowledge, 1982.
Ide Al-Faruqi ini mendapat dukungan yang besar sekali dan dialah yang mendorong pendirian International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Washington (1981), yang merupakan lembaga yang aktif menggulirkan program seputar Islamisasi pengetahuan dan iptek islam.
Rencana Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi al-Faruqi bertujuan:
1.      Penguasaan disiplin ilmu iptek modern.
2.      Penguaasaan warisan Islam.
3.      Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang iptek modern.
4.      Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan Islam dan iptek modern (melalui survey masalah umat Islam dan umat manusia seluruhnya).
5.      Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola Ilahiyah dari Allah.
6.      Realisasi praktis islamisasi pengetahuan melalui: penulisan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dan menyebarkan pengetahuan Islam.
c. Membangun iptek pada pemerintahan Islami.
Ide ini terutama pada proses pemanfaatan iptek. “Dalam lingkungan Islam pastilah iptek tunduk pada tujuan mulia.” Ilmuwan Pakistan, Z.A. Hasymi, memasukkan Abdus Salam dan Habibie pada kelompok ini.
d. Menggali epistimologi iptek Islam (murni).
Epistimologi iptek Islam murni digali dari pandangan dunia dunia Islam, dan dari sinilah dibangun teknologi dan peradaban Islam. Dipelopori oleh Ziauddin Sardar, dalam bukunya: “Islamic Futures: “The Shape of Ideas to Come”” (1985), edisi Indonesia: “Masa Depan Islam, Pustaka, 1987).
Sardar mengkritik ide Al-Faruqi dengan pemikiran:
1.      Karena sains dan teknologilah yang menjaga struktur sosial, ekonomi dan politik yang menguasai dunia.
2.      Tidak ada kegiatan manusia yang dibagi-bagi dalam kotak-kotak: “psikologi”, “sosiologi”, dan ilmu politik.
3.      Menerima bagian-bagian disipliner pengetahuan yang dilahirkan dari epistimologi Barat berarti menganggap pandangan dunia Islam lebih rendah daripada peradaban Barat.
            e. Tatanan Praktis
Dalam membangun dan mengejar perbaikan iptek dunia Islam, Sardar mengajukan 2 pemikiran dasar:
1.      Menganalisa kebutuhan sosial masyarakat muslim sendiri, dan dari sinilah dirancang teknologi yang sesuai.
2.      Teknologi ini dikembangkan dalam kerangka pandangan-dunia muslim.
Kenyataannya, sangat tidak mudah bekerja di luar paradigma yang dominan, lantaran kita masih terikat dan terdikte dengan disiplin-disiplin ilmu yang dicetuskan dari, oleh dan untuk Barat.
f. Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

                Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu
aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah
paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim
C.   Penutup
                   Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua).  Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.


Daftar Pustaka
-          Shabran, Sudarno dkk. 2005. Studi Islam 3. Surakarta: LPID UMS
-          Artikel// Peran Islam Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Oleh: M. Shiddiq Al-Jawi.
-          www.google.com//search//Islam dan Iptek
-          www.WordPress.com.

0 komentar:

Posting Komentar